14/05/10

SEJARAH SURAM PENDIDIKAN ANAK INDONESIA

Perjalanan atau situasi pendidikan di tanah air saat ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah pendidikan rakyat Indonesia pada masa lampau. Dalam perkembangan bangsa, rakyat Indonesia mendapat tekanan jajahan dari bangsa luar terutama Belanda selama lebih dari 300 tahun. Perkembangan pendidikan pada masa tersebut masih didominasi oleh anak-anak Belanda dan orang Eropa ditambah anak bangsawan.

Buku yang terdiri enam bab ini, memberikan gambaran bahwa Rezim penjajahan Belanda di tanah air dimulai sejak masuknya kongsi dagang Belanda yang dikenal dengan VOC (Verenigde Onst Indiche Compagny). Pemerintahan VOC diberi hak-hak istimewa oleh pemerintah Belanda. Termasuk memonopoli perdagangan.

Pada masa penjajahan Belanda, gubernur jenderal yang memimpin juga mendirikan sekolah untuk pendidikan. Akan tetapi pendidikan ini hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan pegawai dan kecerdasan anak-anak Belanda. Baru pada tahun 1848, Raja Belanda mengeluarkan kebijakan anggaran belanja untuk pendidikan dan berikutnya kenaikan anggaran pada tahun 1848. Hal ini memberikan kesempatan agak luas kepada anak bumi putera untuk memperoleh pendidikan meski pada realita yang sanggup mengeluarkan biaya hanya golongan anak Belanda dan Bangsawan.

Najamuddin juga menjelaskan bahwa pendidikan saat itu bersifat defferensiasi yang mengakibatkan diskriminisasi terhadap masyarakat. Jenjang pendidikan mengalami perubahan dari masa ke masa, sehingga pada akhirnya 1907 masa Gubernur Jenderaal Van Hents, mulai mengadakan pengembangan pendidikan. Hal ini tak terlepas dari perjuangan Mr. Peeter brooshosft pimpinan surat kabar De Locomotif di Semarang dan penganut aliran sosial demokrat Van De Venter.

Jenjang pendidikan bagi bangsa Indonesia yakni HIS (Hollands Inlands School) tujuh tahun, dilanjut MULO (Middelbar Oetgebreit Lagere Onderwijs) selama tiga tahun, dan AMS (Algemene Middelbare School) selama tiga tahun, lalu ke perguruan tinggi. Menurut pemerintahan Belanda, tujuan pendidikan ini agar dapat membaca, menulis dan berhitung. Sedangkan bagi golongan bangsa Belanda adalah ELS (Europeesch Large School) selama lima tahun, HBS (Hogore Burger School) lima tahun, terus dilanjut ke perguruan tinggi. Pendidikan untuk anak Belanda meliputi materi membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, sejarah, IPA, dan ilmu ukur tanah.

Hal ini tampak jelas, ada sistem kastanisasi dalam pendidikan untuk anak negeri dan bangsawan serta anak Belanda. Meski demikian, penulis menegaskan bahwa pendidikan tersebut mengakibatkan munculnya cendikiawan anak bumi putera untuk memimpin gerakan nasional kemerdekaan, seperti Budi Utomo tahun 1908.

Penulis berusaha untuk memberitahukan bahwa sejarah pendidikan di Indonesia, tidak terlepas dari pola pendidikan pesantren dan madrasah dalam lembaga pendidikan Islam. Sejak awal perkembangannya di Indonesia, oslam telah menekankan pendidikan dikalangan pemeluk agamanya. Pada awalnya pendidikan menggunakan sistem pengajian. Setiap peserta didik dalam mengikuti sistem pendidikan pengajian al-Qur’an dan al kitab tidak terikat waktu. Lama pembelajaran bergantung pada kemampuan peserta didik.

Perkembangan pendidikan lembaga Islam dimulai pada tahun 1900. Sistem pendidikan berubah menjadi pesantren dan madrasah. Tahapan pendidikan madrasah ini dimulai jenjang awaliyah, ibtidaiyah, tsanawiyah, muallim (guru Islam), kemudian madrasah Islam tinggi. Mata pelajaran meliputi bahasa (Indonesia, Belanda, dan Arab), agama, berhitung, ilmu bumi, sejarah, ilmu alam, budi pekerti, dan pekerjaan tangan.

Pada abad ke-19 mulai bermunculan organisasi Islam untuk menyongsong pendidikan anak bumi putera dan mewujudkan pergerakan kebangsaan. Organisasi ini antara lain Muhammadiyah (1916) dan Nahdlatul Ulama (1926).

Perkembangan pendidikan dalam lembaga Islam diseluruh wilayah negeri tidak jauh beda. Hanya bagian pengemasan muatan kurikulum yang bervariatif. Hal ini dikarenakan pengasuh pesantren memiliki latar belakang jenjang pendidikan yang berbeda-beda.

Banyak sekali tokoh atau pahlawan nasional Indonesia yang telah memperjuangkan pendidikan bagi para anak bumi putera saat masih berada dalam penindasan Belanda. Beberapa tokoh itu adalah RA. Kartini, yang memperjuangkan pendidikan melalui sekolah wanita di wilayah Jepara didirikan tahun 1903. Ada pula Dewi Sartika, pada tahun 1904 juga mendirikan sekolah isteri di wilayah Bandung. Selain itu tokoh nasional Ki Hajar Dewantoro, setelah masa muda melakukan perjuangan bersama Cipto mangunkusumo dan Douwes Dekker, akhirnya pada 3 juli 1922 berhasil mendirikan perguruan Taman Siswa.

Beberapa tokoh islam juga ikut memelopori pendidikan. Seperti K.H. Ahmad Dahlan yang telah mendirikan perkumpulan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Perkumpulan ini mengadakan dakwah serta perluasan pendidikan dan pengajaran. Selain itu, K.H. Hasyim Asy’ari juga menorehkan sejarah pendidikan dengan mendirikan Pesantren Tebu Ireng di wilayah Jombang, Jawa Timur.

Melalui buku ini, penulis berusaha memberikan gambaran mengenai penyelenggaraan pendidikan pada masa lampau, dengan cara mengkomparasikan pendidikan yang diselenggarakan penjajah Belanda dengan penyelenggaraan dikalangan lembaga pendidikan islam.
Dari segi penulisan buku ini masih memerlukan proses edit yang lebih baik. Selain itu sinkronisasi hubungan antara judul buku dengan ulasan materi tidak mengakumulasikan muatan judul. Karangan Najamuddin ini juga masih memberikan ulasan yang menitik beratkan perjalanan pendidikan islam di tanah air. Akan tetapi buku ini layak untuk dijadikan referensi bagi sejarah dasar perkembangan pendidikan di Indonesia.

Sebuah karya resensi buku :
Judul Buku : Perjalanan Pendidikan Di Tanah Air (Tahun 1800-1945)
Penulis : Drs. H. Najamuddin
Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta
Tahun Terbit : Cetakan I, Oktober 2005
Tebal : xvii + 106 halaman